Postingan

MENGINGAT KEMBALI MAS HELMAN (ALMARHUM BAMBANG SOEHELMAN)

Gambar
photo: Djudjur Toto Susilo           Ini adalah keluarga besar dari nenekku, Mbah Sarkonah (Mbah Nah), ibunya ibuku. Nenekku punya anak enam; Bude Kustantinah binti Raden Margono, Pakde Bambang Suburman binti Raden Margono, Misdalinah binti Ruba’i (ibuku), Bulik Komariyah binti Kartubi, Paklik Komarudin bin Kartubi dan Paklik Samsudin bin Kartubi. Tak semua anak dari nenekku dari satu bapak yang sama. Tapi semua anak bersamanya.  "Nenekku", lukisan karya mja nashir           Dengan demikian sepanjang hidupnya, nenekku yang tinggal di Kedungwuni (selatan dari Pekalongan) adalah sosok yang menjadi pusat dari semua keturunanannya. Nenek sudah lama tiada, begitu juga sebagian besar anak-anaknya. Tinggal dua orang anaknya yang masih hidup; ibuku di Batang (timur dari Pekalongan) dan Bulik Komariyah di Kendal. Ibukulah kini yang tertua yang masih ada. Otomatis orientasi pusat dengan sendirinya berpindah pada ibuku, walaupun ibuku tinggal di Batang. Secara alamiah ibuku meneladani s

KEMBALI KE MUSEUM BATIK, MERAYAKAN KEINDONESIAAN

Gambar
          Setelah 2 bulanan sejak akhir 2022 berkegiatan di luar pulau Jawa dan Yogyakarta akhirnya kami muncul kembali di Pekalongan. Kemunculan kembali – tepatnya di Museum Batik Pekalongan – ini sesungguhnya tanpa rencana. Mendadak. Spontan, begitu saja. Semula diriku akan pulang ke Batang, sedangkan antropolog Sandra Niessen masih akan melanjutkan perjalanan ke Jakarta dan untuk bisa segera sampai ke Tano Batak Sumatera Utara. Namun ada keinginan Sandra untuk bisa melihat patio belakang rumahku yang kubangun sejak pandemi Covid19 sebelum melesat ke Jakarta dan Sumatera Utara. Tiba-tiba pada malam terakhir di Yogyakarta, datang pesan dari Arief Dirhamzah (penelisik sejarah Pekalongan dan pegiat Pekalongan Heritage) masuk ke WA ku dan Sandra. Pesan dalam bentuk foto-foto itulah yang membuat kami memutuskan untuk bersama-sama menuju Pekalongan dengan kereta api Joglosemar di pagi 28 Januari 2023.           Foto-foto yang dikirimkan via WA pada kami tampaknya mirip dengan yang termuat

CATATAN KEBUN NOMER 1 (MJA NASHIR)

Gambar
 "Catatan Kebun Nomer 1"           Kebun di belakang rumahku ini sebenarnya hanyalah sebidang tanah tak begitu luas. Sekitar 19 x 12 langkah kakiku. Tanaman utamanya pohon nangka, mangga, jeruk purut, pepaya dan pisang Tanduk. Yang menghasilkan secara rutin yaitu jeruk purut dan pisang. Kami tidak pernah memetik jerut purut dari pohon sebab saban hari selalu ada yang berjatuhan di tanah dengan sendirinya. Tinggal memungutinya saja, kami kumpulkan ke dalam keranjang kemudian letakkan di dapur. Seringnya kami manfaatkan sebagai minuman mengingat kadar vitamin Cnya tinggi, meski secara rasa agak getir dan lebih masam dibanding jenis jeruk lainnya. Kadang kupakai untuk keramas agar kulit kepala dan rambut terasa segar dan wangi. Sering ibuku membagi-bagikannya ke tetangga, atau siapapun yang mau boleh ambil. Ibuku juga memetik daunnya untuk bumbu masakan.            Sedangkan pada pohon-pohon pisang biasanya beberapa bulan tampak ada yang matang untuk kupetik dengan cara ‘ negor

“PAK BESUT DARI BOROBUDUR” (MJA NASHIR)

Gambar
 “PAK BESUT DARI BOROBUDUR”                 Malam ini, 28 Juni 2021 aku terdiam cukup lama usai baca pesan WA dari sahabatku Toni. Kabar duka yang menjadi duka cita kami bersama. Juga duka cita segenap teman SMP Negeri 1 Batang angkatan kami. Salah seorang guru kami, Pak Besut, telah berpulang hari ini.                 Kulacak WA grup SMP untuk mendapat info lebih jauh tentang sakitnya apa. Kutelpon sahabatku Handy Hakim lantaran dari WA grup tertera info bahwa almarhum sempat mengkontaknya belum lama. “Ya, sekitar semingguan lalu Pak Besut telpon, minta tolong untuk diuruskan surat kematian istrinya. Oh ya, beliau kan sudah setahunan ini pulang kampung setelah pensiun, kembali ke kampungnya Borodubur.” Demikian info dari Handy Hakim yang mantan Camat Batang ini. Via WA Toni mengirim informasi tambahan padaku bahwa beliau telah lama sakit diabetes. Dan yang jelas, meninggalnya beliau ini menghunjam hatiku.                 “Inna lillahi wa inna ilahi rojiun. Pak Besut, semoga bapak kini

"REFLEKSI PANDEMI" (MJA Nashir)

Gambar
 REFLEKSI PANDEMI Adakah pesan ingin disampaikan oleh alam kepada manusia ketika alam melahirkan virus dan yang diserang manusia?                     yang sakit, yang mati                     berdesak-desak antri                     di ruang yang sama Alam melahirkan kehidupan Bisa pula melahirkan kematian                    banyak orang peduli                    banyak pula tak peduli                    sakit dan mati tiada henti                                        virus terus mengembangbiak diri                    beradu cepat dengan vaksinasi Bila kehidupan musti dijaga, daya hidup semestinya utama. Daya mati tak perlu diikuti, sifat merusak semestinya pergi                     pertikaian antar manusia masih terus terjadi,                     di balik kuasa politik, di balik kuasa ekonomi,                     kerakusan manusia tetap jadi taring dan taji                     kerusakan masih dihidupi,                     di tengah masa pandemi. Oh, pandemi semestinya jadi waktu bagi

SUARA BATU & PUISI - SENDRATARIMUSIKPUISI “SAELENDRA”

Gambar
Malam 31 Desember 2019, lima menit sebelum pukul 00, repertoar sendratarimusikpuisi ini akhirnya selesai dipentaskan di panggung acara Malam Tahun Baru di alun-alun kota Batang. Pementasan berjalan baik dan lancar, meski hujan tiada reda. Saat pementasan, dari atas panggung, di tengah membaca puisi dan memainkan beberapa alat musik aku masih sempat sesekali menyaksikan orang-orang memadati alun-alun Batang di area penonton. Kurasakan mereka demikian antusias menyimak pementasan kami. Pementasan kolosal dengan 32 orang pemain di atas panggung yang memainkan empat elemen seni yang saling berinteraksi; drama, tari, musik dan puisi. Seni pencak silat yang terlibat di elemen drama juga menjadi kekuatan, sebagaimana gamelan tradisi turut andil dalam pementasan ini. Kami, segenap tim sendratarimusikpuisi bersyukur atas ‘kehendak alam’ yang justru meletakkan pementasan ini sebagai puncak dari acara malam tahun baru di kota kami ini. Sebagai sutradara dari karya sendratar