MENGINGAT KEMBALI MAS HELMAN (ALMARHUM BAMBANG SOEHELMAN)

photo: Djudjur Toto Susilo


          Ini adalah keluarga besar dari nenekku, Mbah Sarkonah (Mbah Nah), ibunya ibuku. Nenekku punya anak enam; Bude Kustantinah binti Raden Margono, Pakde Bambang Suburman binti Raden Margono, Misdalinah binti Ruba’i (ibuku), Bulik Komariyah binti Kartubi, Paklik Komarudin bin Kartubi dan Paklik Samsudin bin Kartubi. Tak semua anak dari nenekku dari satu bapak yang sama. Tapi semua anak bersamanya. 

"Nenekku", lukisan karya mja nashir

          Dengan demikian sepanjang hidupnya, nenekku yang tinggal di Kedungwuni (selatan dari Pekalongan) adalah sosok yang menjadi pusat dari semua keturunanannya. Nenek sudah lama tiada, begitu juga sebagian besar anak-anaknya. Tinggal dua orang anaknya yang masih hidup; ibuku di Batang (timur dari Pekalongan) dan Bulik Komariyah di Kendal. Ibukulah kini yang tertua yang masih ada. Otomatis orientasi pusat dengan sendirinya berpindah pada ibuku, walaupun ibuku tinggal di Batang. Secara alamiah ibuku meneladani sosok ibunya. Menjadi sosok tempat bertaut bagi semua keturunan nenekku. 

          Kumasih ingat saat kanak-kanak, saat tinggal di rumah nenek di Kedungwuni. Ku selalu tidur bersamanya di kamarnya. Nenek selalu bangun lebih awal dari siapapun. Selalu kudengar langkah kakinya di antara ruangan yang masih gelap. Usai sholat subuh, langsung di dapur menyiapkan semua makanan yang akan dijual di warungnya di pasar Kedungwuni. Di tungku api berbahan bakar kayu yang nyalanya ditiup semprong bambu dengan mulutnya itu jugalah nenek menyiapkan semua makanan untuk anak-anak dan cucu-cucu. Tak pernah ada yang ketinggalan. Bahkan untuk anggota keluarga yang tinggalnya tidak di rumah induk. Selalu ia siapkan makan pagi. Pendeknya semua mendapat rasa kasih sayang yang sama dari nenek, tanpa terkecuali. Aku merasakan karakter ibu dan keibuan nenek mewaris dalam diri ibuku.  


          Pertemuan kembali keluarga besar dari nenekku ini, meskipun tidaklah komplit karena ada banyak yang tinggal di tempat-tempat yang jauh, tapi bagi semuanya, kepada ibuku adalah ‘semacam tempat pulang kampung’. Begitu juga kali ini di Jumat 26 Mei 2023, keluarga dari cucu nenekku (keponakan ibu) menjumpai kembali ibuku. Meskipun keponakan ibuku ini telah tiada, Bambang Soehelman namanya, Mas Helman kami memanggilnya. 

          Orang yang dekat dengan ibuku, dekat dengan nenek dan semuanya. Kedatangan kembali keluarga almarhum Mas Helman – yaitu istrinya, Mbak Tukini dan Rifan Nugraha, putra semata wayangnya – menggetarkan hati kami semua, keluarga besar nenekku ini. Tentu mengingatkan kembali dengan sosok Mas Helman, terutama anaknya, Rifan yang secara wajah dan fisiknya mirip betul dengan bapaknya. “Ya inilah fotocopynya,” ujar Mbak Tukini tersenyum menunjuk anaknya kepada kami semua, “Malah tak ada miripnya sama sekali denganku, ibunya”.

 

Rifan Nugraha & Ibunya (Mbak Tukini) 


          Semua sepupunya – termasuk diriku dan Masku Imang – dekat dengan almarhum Mas Helman. Dari dulu semasa kanak-kanak kami sering main bersama. Mas Helman abang bagi kami semua. ‘Kenakalan-kenakalan masa kanak-kanak’ sering kami lalui bersama. Termasuk di saat bulan puasa, tiba-tiba Mas Helman melontarkan ide, “Yuk kita ke warung Mbah Nah saja. Kita makan sate di sana. Pasti enak,” ucapnya kepada kami di siang hari, “Hushh, jangan bilang siapa-siapa!”. Dari rumah induk di Kedungwuni, dalam sekejap kami telah menyelinap di lorong-lorong pasar jalan kaki. Sesampainya di warung, kepada cucu-cucu yang masih kecil ini nenek langsung menyiapkan sate kambing yang paling enak di jagad ini. Ajakan ‘kenakalan masa kecil’ dari Mas Helman untuk bersama membatalkan puasa, dirayakan dengan makan yang enak. Kalo tidak sate ya durian. Jadi tak sia-sia batalnya. Ya itulah sekilas kenangan masa kecil dengan Mas Helman, selain mengenalkan kami semua pada petualangan-petualangan seru lainnya. Seperti mancing ikan, berenang di kebun-kebun sekitaran rumah nenek yang tergenang air banjir serta membuat rakit dari batang-batang pohon pisang. Dia yang mengajari kami bagaimana mengikat batang-batang pohon pisang, selanjutnya memimpin pelayaran di atas rakit-rakit yang melaju di atas lautan luas genangan banjir itu. Dia tak hanya menjaga kami para sepupunya, tapi juga kepada kedua adik perempuannya, meskipun bukan dari satu ibu yang sama. Semua turut bahagia bersamanya. 


          Semasa hidupnya, saat-saat masih di Kedungwuni, dia banyak tinggal bersama Lik Komarudin (almarhum) dan bekerja membantu pamanku ini di bidang konveksi. Sejak workshop konveksi ini masih di rumah induk sampai ketika sudah pindah ke rumah pamanku. Pernah juga ia tinggal bersamaku dan abangku di Yogya saat aku dan abangku ini kuliah sambil bekerja membuat produk-produk kerajinan tangan.  

Mas Helman

          Mas Helman bukanlah termasuk orang yang ‘pandai’ secara akademis. SD sering tidak naik kelas. Kendati demikian ada yang menarik dan luar biasa darinya. Secara akademis atau sekolahan boleh dibilang ia tidak lulus tapi dalam kehidupan sebagai manusia ia telah lulus dengan sempurna sebelum berpulang kepada Sang Pencipta. 

          Sejak kecil kutahu ia punya keinginan besar mencari ibu kandungnya. Bertahun-tahun ia mencari tanpa pernah putus asa. Dan ia berhasil temukan ibu kandungnya ini, di Kediri Jawa Timur. Aku tidak tahu bagaimana persisnya ia bisa sampai berhasil menemukan ibu kandungnya yang telah dicarinya selama masa remajanya, dengan seringnya melakukan perjalanan naik bus ke Jawa Timur. Perjalanan yang demikian jauh. Kehidupan di antara terminal bus yang menjadi tempat-tempat bermalamnya sebagaimana sering kudengar ceritanya. Kubayangkan bagaimana ia bertanya ke sana-kemari pada banyak orang yang ia jumpai dan dalam banyak angka tahun yang ia lewati. Dari proses dan petualangan bertahun-tahun pencarian ibu itu juga semakin meluaskan cakrawala dirinya. Rasanya Tuhan mencintainya dengan sepenuhnya, yang menyiapkan jalan yang sungguh unik untuknya. Tak hanya ibu kandungnya (Bu Satinem) yang ia jumpai kembali sejak perpisahan di masa bayi. Tapi juga seorang wanita yang akhirnya menjadi isteri yang melahirkan putranya. 

          Seingatku dia juga yang tak hanya berhasil dalam mencari ibu kandungnya. Tapi juga bapak dari bapaknya di Jakarta. Aku pernah bersamanya dalam satu perjalanan pencarian ini, sampai akhirnya ketemu dengan keluarga kakeknya yang ternyata dari keluarga ningrat, keluarga Raden Margono. Dari semua perjalanan pencarian ini bagaimanapun dia telah berhasil menemukan akar dirinya di Bumi ini sebelum ia kembali pada Sang Pencipta. 

 

Pernikahan Mas Helman & Mbak Tukinah
        Mas Helman pribadi yang jenaka sekaligus emosional sentimentil hatinya. Sampai diriku telah remaja kuamati ia masih tetap seperti Mas Helman yang dulu di masa kanak-kanak, seperti tak pernah beranjak dewasa. Rupanya tentang ini aku keliru. Semenjak menikah, sebagaimana kupernah menjumpainya di Surabaya, ia tumbuh sebagai kepala keluarga yang baik, sebagai seorang bapak. Syukur ia mendapat isteri yang baik yang peduli dan penuh rasa kasih sayang padanya, juga pada putranya.  



        Kutuliskan ini untuk Rifan, putra Mas Helman. Kehadiran bersama ibunya kali ini, meskipun dalam perasaan ‘fail’ seperti tertulis di kaosnya, lantaran telah tiga kali gagal dalam ujian masuk tentara tapi ku yakin itu bukanlah kegagalan kehidupan. Percayalah Ananda Rifan, masih banyak peluang menanti di depan. Jalan masih panjang. Lebih panjang dari Tangerang-Batang. Bagaimanapun bersama ibumu kau telah lalui jalan mulia – telah ziarahi pusara adik dari bapakmu (Mbak Eko Susiyawati binti Bambang Suburman) yang baru sepekan ini meninggalkan kita semua, telah kau kuatkan kembali ikatan silaturahmi dengan keluarga almarhum bulikmu di Tangerang ini dan bulikmu sekeluarga di Kedungwuni, serta segenap keluarga besar Mbah Sarkonah, leluhur kita ini – di antara perjalanan kereta api malam ini yang membawamu bersama ibumu kembali ke Kediri. Tetap yakinlah pada diri bahwa di Bumi ini sesungguhnya kita tidaklah sendiri. 

****

MJA Nashir, Kadilangu Batang 28 Mei 2023



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEMBALI KE MUSEUM BATIK, MERAYAKAN KEINDONESIAAN

SUARA BATU & PUISI - SENDRATARIMUSIKPUISI “SAELENDRA”